MY NEW HOME
Namaku
Rabell, baru beberapa hari yang lalu aku dan keluargaku pindah ke Bekasi. Kami membeli salah satu rumah kosong disini. Sebenarnya aku lebih nyaman dirumahku yang dulu, namun karna tuntutan pekerjaan
Ayah, jadi kami sekeluarga mau tidak mau harus pindah ke Bekasi.
Bukan tempat tinggal saja yang baru, namun sekolah dan teman ku pun baru. Sekarang aku bersekolah di salah satu SMA Negeri di Bekasi, tepatnya sekarang
aku duduk dikelas X IPA. Awalnya kupikir hari pertama di sekolah baru adalah hal yang membosankan karena
belum memiliki teman, namun dugaanku salah. Murid - murid dikelasku begitu ramah dan baik kepadaku, terbukti dihari pertama
sekolah, aku sudah mempunyai cukup banyak teman.
Hari ini hari minggu, hari dimana Ayah dan Ibu akan pergi berkunjung kerumah
saudaraku di Bandung. Sebenarnya aku ingin sekali ikut berkunjung kesana, namun karena desakan tugas
yang menumpuk, jadi mau tidak mau aku harus sendirian dirumah sambil
mengerjakan tugas yang membosankan ini.
Tak terasa waktu begitu cepat berlalu, sekarang sudah pukul 15.00 WIB. Ayah dan Ibu pun sudah pergi sejak tadi pagi. Tinggalah aku sendirian dirumah. Tugas - tugas yang tadi menumpuk kini sudah ku selesaikan, sehingga sekarang
aku bisa beristirahat.
Tak tahu apa yang membuat tenggorokan ku begitu kering, mungkin sebaiknya aku
harus mengambil segelas air di dapur. Kulangkahkan kakiku menuju dapur, saat aku tiba di tangga, aku mendengar suara
gaduh dari arah dapur. Kupikir itu hanya suara tikus - tikus yang sedang bermain, karena memang rumah
ini baru beberapa hari yang lalu ditinggali.
Namun semakin lama suara itu semakin kencang, kuberanikan diriku melangkah
menuju dapur. Setelah sampai di dapur, ku edarkan pandanganku ke seluruh plosok dapur. Namun nihil, aku tidak menemukan apapun. Keadaan dapur pun masih bersih dan rapih, tidak ada tanda - tanda tikus
berkeliaran.
Ku minum segelas air putih,
"Huh...akhirnya"
ucapku merasa puas.
Namun tiba - tiba aku mendengar suara berbisik dibelakangku, seperti ada yang
menyebut namaku. Ku tengok ke arah belakang, namun tidak ada seorang pun disana.
"Hmm... mungkin itu hanya halusinasiku saja" pikirku.
Aku pun pergi meninggalkan dapur, ketika aku melewati ruang keluarga, kulihat
TV menyala begitu saja padahal tidak ada satu orang pun yang menonton. Aku mulai merasa merinding, logika ku berkata bahwa dirumah ini bukan hanya ada
aku saja. Kuberanikan diriku melangkah menuju TV. Langsung saja ku matikan TV tersebut.
Baru saja aku ingin kembali ke kamarku, namun aku merasa ada yang mengawasiku
sejak tadi. Ku edarkan pandangan ke seluruh plosok ruangan. Ku lebarkan mataku saat melihat sesosok perempuan berambut panjang sedang
mengawasiku dari arah sofa. Seketika jantungku berdegup kencang. Tubuhku melemas, hingga merosot ke lantai. Kupejamkan mataku, berharap bahwa ini hanyalah sebuah mimpi. Namun ketika ku buka kembali mataku, sosok perempuan itu belum juga hilang....
Justru
sekarang sosok itu malah mencoba untuk mendekatiku, reflek ku lemparkan sebuah
vas bunga kearahnya. Namun sial, lemparan ku meleset. Ku mundurkan badanku
hingga menambrak dinding.
“si.. siapa kau? Ma.. mau apa kau dirumahku?” tanyaku
tergagap.
Sosok tersebut
tidak menjawab, ia malah terus menatapku dan mendekat ke arahku. Wajahnya yang
pucat membuatku sangat takut. Sosok tersebut memakai baju dengan warna putih
polos, tingginya kurang lebih sama denganku, rambutnya lurus panjang menjuntai
hingga ke pinggang.
Sosok itu
masih terus mendekat kearahku, hingga jarak antara aku dengannya tak lebih dari
50 cm. sosok tersebut duduk dihadapanku. Tatapan matanya menggambarkan
kesedihan. Kuberanikan diriku untuk bertanya lagi.
“si... siapa kamu? Mau apa kamu disini?”
Lama aku menunggu, namun masih tak ada jawaban.
“A.. apa kamu bisa bicara?” tanyaku lagi.
“Aku bisa bicara” jawabnya,
Akhirnya aku bisa
mendengar suaranya. Suaranya begitu lembut dan terkesan lemah.
“Namaku Arabelle” ia kembali bicara.
Ternyata namanya hamper sama dengan nama ku. Rabella dan
Arabelle.
“Kamu bisa panggil aku Ara” lagi – lagi ia bicara padaku.
Degup jantungku mulai teratur kembali, rasa takut yang tadi
kualami pun berangsur – angsur hilang.
“Kenapa kamu bisa ada disini? Mau
apa kamu dirumahku?” tanyaku penasaran.
“Ini rumahku, jadi sudah pasti aku
berada disini” jawabnya tenang.
“Pasti kamu salah, rumah ini sudah
dibeli oleh ayahku beberapa hari yang lalu. Jadi sekarang ini rumahku.” Jawabku
Mendengar ucapanku, tiba – tiba
saja wajahnya terlihat sedih.
“Hiks… tolong izinkan aku tinggal
disini, ku mohon…” dia mulai terisak – isak.
Aku panik dibuatnya.
“mmm… baiklah kamu boleh tinggal
disini, jangan menangis lagi yaa… jika kau menangis itu sedikit membuatku takut.”
“Hiks.. terimakasih” jawabnya
sambil tersenyum.
“iya sama – sama, tapi… mm…. m…
apakah kamu manusia?” akhirnya pertanyaan yang sedari tadi mengganjal dibenakku
kini keluar dari mulutku.
Seketika Ara langsung menundukan
kepala dan menggeleng. Aku kaget dibuatnya, jadi benar dugaanku dia bukan
manusia.
“dulu aku manusia, sama sepertimu.
Namun satu tahun yang lalu, aku menderita kanker hati. Saat itu nyawaku tidak
tertolong. Hingga jadilah sekarang aku seperti ini.”
Ceritanya membuatku terharu
sekaligus shock. Aku tidak menyangka akan berbicara dengan makhluk yang tidak
sejenis denganku seperti ini.
“Apa ayah dan ibuku bisa melihatmu
juga?” tanyaku lagi.
“Mmm.. sepertinya tidak, dirumah
ini hanya kamu yang bisa melihatku Rabell”
Aku hanya mengangguk mendengarkan
jawabannya, ku ajak Ara menuju kamarku. Disana aku dan Ara mengobrol banyak hal
tentang kehidupan kami. Berlama – lama dengan Ara aku merasa sudah mulai
terbiasa dengannya, aku pun sudah tidak merasa takut lagi dengan Ara.
Ternyata ia bisa menjadi teman yang
baik sekaligus menyenangkan untukku. Sejak saat itu kami berdua menjadi sahabat
yang baik tanpa satu orang pun yang tau tentang persahabatan kami ini.
Sampai suatu hari ketika aku tengah
makan malam bersama ayah dan ibuku, tiba – tiba ayah menatapku dan bertanya
satu hal yang membuatku merasa tidak enak.
Pasalnya, ayah bertanya mengapa akhir –
akhir ini ayah melihatku sedang berbicara sendiri dan bahkan tak jarang ayah
melihatku tertawa cekikikan sambil menyebut nama Ara.
Aku bingung, apakah aku harus berkata
jujur mengenai hal ini, tapi jika aku jujur aku takut Ayah akan menganggapku
gila. Lama aku berfikir, akhirnya aku memutuskan untuk berkata jujur saja.
“Mmmm… tapi jika aku berkata yang sejujurnya, apakah ayah
akan percaya padaku?” tanyaku takut – takut.
“bicaralah dulu, jika memang masuk akal maka ayah akan
percaya padamu” Ayah berbicara tegas.
“Sebenarnya… aku memiliki teman yang bukan seorang
manusia... namanya Arabelle” Aku menjawab sambil menunduk, tak berani menatap
wajah ayah.
PRANG..
Tiba – tiba saja
ayah membanting peralatan makannya dan langsung berlalu menuju kamarnya tanpa
berbicara apapun. Begitupun dengan ibu yang menyusul ayah pergi ke kamar.
Meninggalkan aku sendirian dengan mata memerah ingin menangis.
Aku tau pasti
ayah dan ibu sudah menganggapku gila, mereka pasti kecewa terhadapku. Aku pun
ikut meninggalkan meja makan dan pergi ke kamar. Entahlah, yang aku butuhkan
saat ini hanyalah menenangkan pikiranku.
Esoknya ayah
dan ibu bersikap seperti biasa kepadaku,
layaknya tidak ada apa – apa diantara kami.
Justru sebaliknya, hari ini ayah mengajakku pergi ke pantai
untuk berekreasi.
Aku pun ikut senang atas tawaran ayah,
kupikir mungkin ayah sudah tidak mempermasalahkan hal semalam.
Aku, ayah,
beserta ibu pun pergi menaiki mobil ayah, lama perjalanan berlalu tiba – tiba
saja mobil kami berheti di depan sebuah rumah sakit jiwa. Sejauh ini aku baru
mengerti bahwa ayah sengaja membohongiku untuk membawaku ke tempat ini.
Dengan sigap
ayah langsung menarik tanganku keluar mobil, aku meronta – ronta minta
dilepaskan. Namun apa daya kekuatan ayah tentunya lebih besar dibandingkanku.
Ibu yang sedari
tadi melihat ku hanya dapat berdiam diri sambil menahan tangis, mungkin ibu
masih tak tega melihat ku jadi seperti ini.
Ayah terus
menyeretku hingga ke depan rumah sakit jiwa, aku terus memberontak minta
dilepas. Reflek aku menendang kaki sebelah kanan ayahku hingga ayah terjatuh
dan melepaskan tanganku.
Kesempatan ini
tidak ku sia – sia kan, aku pun berlari kencang menuju jalan raya tanpa
memperhatikan jalan didepanku.
Tiba tiba
saja sebuah mobil tronton bermuatan besar melaju kencang kearahku
“Aaaaaaa….” Aku hanya bisa berteriak sekencang mungkin,
pasrah akan jadi bagaimana tubuhku ini. Dan aku sadar sampai disinilah
riwayatku di bumi.
Kecelakan pun
tak dapat terhindarkan, tubuh Rabella terseret begitu saja oleh kedua ban besar
mobil tronton tersebut. Badannya bergesekan dengan jalan aspal hingga darah
mewarnai jalan aspal tersebut.
Tak lama mobil
tronton pun berhenti, orang – orang yang berada di dekat tempat kejadian tak
kuasa menatap tubuh Rabella yang mungkin sudah tidak layak lagi dibilang tubuh.
Sebagian tubuh
Rabella hancur akibat terlindas ban besar mobil tronton membuat sebagian isi
perutnya keluar, rambutnya yang panjang berserakan dijalan akibat terlepas dari
kulit kepalanya, keadaan wajahnya pun sakat ironi. Wajahnya yang semula cantik,
kini sudah tak terlihat seperti wajah
Sangat
menyeramkan, wajahnya seperti monster yang baru turun dari neraka. Bahkan mata
sebelah kanannya keluar dari tempatkan dan menggelinding di dekat tempat
kejadian.
Tak sedikit
orang – orang yang melihat Rabella merasa mual dan ingin muntah, bau anyir
darah menyeruak kemana – mana. Tak ada satu orang pun yang sudi mendekati
Rabella, termasuk kedua orang tuanya yang hanya bisa menangisi Rabella dari
trotoar jalan.
Terlepas dari
itu semua, sesosok makhluk berambut panjang tengah tertawa senang melihat
kejadian yang baru saja ia lihat.
“Dengan begini kau akan menjadi teman abadi ku Rabella
hihihi…..”
TAMAT
Salam Hangat
Yian
0 Comments:
Posting Komentar